Profil Dina Faisal & Dita Faisal:

Lahir         : Balikpapan, 1 Februari 1987
Agama      : Islam
Bakat        : Qoriah, Pemain Trumpet, Penari Tradisional

Organisasi :
  • Wakil Sekretaris IJTI Jakarta Raya  (2017-2019)
  • Anggota Marching Band Gema Citra Tekom Balikpapan (1999-2004) Section Trumpet

Prestasi di tingkat Nasional:
  • Model Cover Majalah Aneka Yess! (2005)
  • Duta Wisata Manuntung Balikpapan (2003)
  • Bintang Iklan (Main & Supporting Talent)
  • Bintang FTV (Main Talent)
  • Brand Ambassador PANTENE (2006)
Riwayat Pekerjaan:
  • MC & Moderator
  • Pembicara dalam beberapa seminar & workshop Jurnalistik
  • Reporter & Presenter Berita tvOne (Dita) 2009-sekarang)
  • Staf Ahli Anggota DPD RI Prov. Kaltim (Dina) 2015-sekarang
  • Reporter & Presenter Berita tvOne (Dina 2009-2014)
  • Presenter Berita & Olahraga TVRI (2008 s.d 2009)
Pendidikan Formal:
  • 1992-1998  : SDN 011 Balikpapan, Kaltim
  • 1998-2001  : SMPN 3 Balikpapan, Kaltim
  • 2001-2004  : SMAN 2 Balikpapan, Kaltim (Dina) & SMAN 6 Balikpapan, Kaltim (Dita) 
  • 2004-2008 : Univ. Prof. Dr. Moestopo (Beragama) Jakarta, Prodi Ilmu Komunikasi Konsentrasi Public  Relations dengan IPK 3,70 (Dina) & 3,71 (Dita) skala 4,00
  • 2012-2014 : Univ. Prof. Dr. Moestopo (Beragama) Jakarta, Magister Ilmu Komunikasi, Konsentrasi Jurnalistik dengan IPK 3,85 (Dita) skala 4,00
  • 2015-2017 : Univ. Prof. Dr. Moestopo (Beragama) Jakarta, Magister Ilmu Komunikasi, Konsentrasi Public  Relations (Dina) (tahap akhir menyusun Tesis)
Pendidikan Non Formal:
  • 2005: Public Speaking & Presenting - John Robert Power, Jakarta
  • 2011: Professional Image - John Robert Power, Jakarta
  • 2011: Public Speaking, Technique Vocal, Speech & Debate by Sumita Tobing  (intensif 6 bulan)
  • 2009: Broadcast News Script Technique by Bakran Asmawi (intensif 6 bulan)
  • 2009: Broadcast Professional Camera Technique by George Kamarullah (intensif 6 bulan)
Moderator:
  • Hasil Survei Capres-Cawapres PILPRES 2014 oleh Lembaga Survei Indonesia (2014)
  • Sosialisasi Konvensi Rotterdam Kementrian Lingkungan Hidup Jakarta (2013)
  • Sosialisasi Protokol Nagoya Kementrian Lingkungan Hidup Jakarta (2013)
Produk Iklan yang pernah Dibintangi:
  • Mixagrib (Supporting Talent), 2009
  • Antangin JRG (Host Road Show 8 Kota)
  • Djarum Cokelat versi Jungle (Supporting Talent), 2008
  • MAKARIZO (Hair Stunt-In Titi Kamal), 2008
  • HONDA Genuine Parts (Supporting Talent), 2008
  • SASHA Vitamin Rambut versi Balon (MainTalent), 2008
  • Esia-Motorolla versi Anak Kembar (MaintTalent), 2008
  • Brand Ambassador PANTENE (2008)
FTV yang pernah Dibintangi:
  • Cinderella Mat Suri produksi PT. Virgo Putra Film (2007) - (Main Talent)
  • Hari-Hari Hiruk Pikuk Produksi Frame Ritz (2006) - (Main Talent)
  • Wanita Ular Produksi PT. Virgo Putra Film (2007) - (Main Talent)
Pembicara dalam Seminar & Pelatihan Jurnalistk, Teknik Public Speaking, Teknik Presenter:
  • IPB Bogor dalam It's Journalist Fest (2017)
  • Akindo Yogyakarta (2017)
  • Universitas Islam Negeri Sunan Kali Jaga, Yogyakarta (2017)
  • Pondok Pesantren Tebu Ireng, Jombang - Jawa Timur (2016)
  • Universitas Bung Karno Jakarta (2016)
  • Kelurahan Pancoran Jakarta Selatan untuk Ibu-Ibu PKK (2015)
  • Universitas Pancasila dalam Communication Fair (2015)
  • SKPD Pemkot Balikpapan (2015)
  • Binus TV sebagai Juri dalam News Presenter Competition (2015)
  • Para Isteri Pejabat Pemerintah Kab. Tapin, Kalsel (2014) 
  • Univ. Prof. Dr. Moestopo (B) Jakarta (2014)
  • SMK Cakra Buana Depok Jawa Barat (2014)
  • Univ. Djuanda Bogor (2013)
  • SMK Wikrama Bogor (2013)

Masa Kecil si Kembar Dina & Dita
Dina Faisal (kiri) & Dita Faisal (kanan) di usia 30 tahun saat silaturahmi Kampus One di Kopi Kalyan Jaksel



Lahir dengan Nama Arab "Hajar Aswad"
Minggu 1 Februari 1987 atau 1 Jumadil Akhir 1407 Hijriyah, kami lahir dari rahim seorang Ibu yang tegas dan kuat. Terlahir sebagai sepasang anak kembar, merupakan salah satu anugerah terindah yang pernah kami alami dalam hidup ini. Segala macam keunikan yang kami alami sepanjang hidup, tentu tak lepas dari kebesaran Allah SWT sebagai Sang Pencipta. sebagai satu yang Esa.

Sebelum kami lahir dan melihat alam semesta, orang tua kami sudah mempersiapkan nama yang sangat bagus untuk kami berudua. Nama yang sarat makna. Nama yang dipilih karena sebuah momen langka, mencium batu hitam (hajar aswad) di Makkah tahun 1986 silam. Hampir setiap orang yang membaca atau menyebut nama kami selalu berkata, "wah, namanya bagus banget sih kayak orang Arab". Atau "Wah, hajar aswad ini kan batu yang di Makkah".

Ya, benar banget. Nama lengkap kami adalah Laila Hajarul Aswadina dan Laila Hajarul Aswadita. Kami dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang sederhana dan alhamdulillah dalam kondisi lebih dari cukup. Orang tua kami bernama H. Faisal Manaf dan Hj. Maisuriati, memberikan kami dengan penuh kasih sayang, kehangatan dan penuh kejujuran.

Mereka memberikan nama yang indah kepada kami, melalui sebuah peristiwa yang bermakna. Dalam bahasa Arab, Laila berarti malam, Hajar Aswad berarti batu hitam, yaitu batu yang diletakkan di sudut Ka'bah. Diyakini sebagai batu dari Surga. Dita nama panggilanku. Sementara nama Dina untuk Saudara Kembarku. Sehingga jika disambung, maka maknanya menjadi Malam batu hitam.

Dari cerita Ibu dan Bapak, saat usia kandungan Ibu menginjak dua bulan, Ibuku berangkat ketanah Suci Makkah, memenuhi panggilan Illahi Robbi pada 1986 silam. Waktu itu Ibu berangkat tidak bersama Bapak, karena Bapak sudah berangkat jauh beberapa tahun lebih awal. Usia kehamilan Ibu memang sangat muda., masih dua bulan. Tapi usia Ibu sudah tak lagi muda, karena usia Ibu sudah 39 tahun. Tidak ada yang menyangka Ibuku akan hamil saat naik haji. Karena semua sudah takdir Allah, maka semua dijalani dengan niat baik dan Bismillah berharap perjalanan ketanah suci akan gampang dan lancar meski dengan perjanjian hitam di atas putih bahwa segala risiko ditanggung jamaah.

Dina & Dita semasa kecil di rumah Ballikpapan
Perjalanan ke tanah suci Alhamdulillah lancar. Tapi, kondisi fisik Ibuku tidak sekuat jamaah lainnya. Ibu cerita, kalau selama menunaikan ibadah haji, Ibu hampir selalu memakai kursi roda. Usia yang hampir 40 tahun dan ditambah hamil membuat kondsinya tidak seprima jamaah lainnya. Walaupun Ibu kurang sehat, tapi Ibu tetap bisa menjalankan rangkaian ibadah haji dengan lengkap. Saat thawaf mengelilingi  Ka'bah sebanyak 7 kali, Ibuku dapat kesempatan mencium batu hajar aswad di salah satu sudut Ka'bah. Rasanya seperti gak mungkin. Seluruh jamaah di penjuru dunia tentu berebut untuk mencium batu hitam itu. Selama berkeliling Ibuku selalu berkata seperti ini. "Ya Allah izinkan aku mencium batu Hajar Aswad sekali saja, jika Engkau izinkan, maka aku akan melangkah dan memanjatkan doa. Jika tidak tidak apa-apa". Kuasa Allah, jalan pun terbuka. Ibu merasa suasana seperti sepi dan lancar saat mencium batu Hajar Aswad. Ibuku langsung mencium, dan meminta memanjatkan doa untuk anak yang sedang dikandungnya. Dalam munajatnya, Ibu berkata "Ya Allah berikan anakku kelebihan, dan jadikan ia anak yang mampu membaca kitab suci Al-Qur'an dengan baik, fasih, kelak ia menjadi seorang Qori’ah". Begitu mengangkat kepala, seolrah goyah, Ibuku langsung terbawa arus karena derasnya dorongan sisi kanan kiri yang mamu bergilir mencium batu hajar aswad. Perjuangan Ibu sangat besar ketika mencium batu hajar aswad. Karena senangnya dengan batu hitam di Makkah, maka kami diberi nama Laila Hajarul Aswadina & Laila Hajarul Aswadita. Kenapa Laila? karena Ibu mencium batu hajar aswad pada malam  hari.

Mencium hajar aswad adalah sunnah Rasulullah SAW karena Rasul menciumnya kala mengelilingi Ka'bah. Tapi, untuk menciumnya kita tak boleh menyakiti (menyikut) jamaah yang ada di sekitar kita. Jika kita tak mampu menciumnya dan belum diizinkan menciumnya karena jutaan manusia yang berdesakan, maka cukuplah mengecupkan telapak dan melambaikannya ke arah hajar aswad sembari berucap Allahuakbar, Allahuakbar, Allahuakbar.

Khatam Qur'an di Usia Lima
Lahir dan besar di Balikpapan sejak SD hingga SMA, kami tergolong anak yang aktif. Melihat perkembangan si kembar yang cukup aktif, maka Ibu bergebas untuk menyekolahkan kami ke Taman Kanak-kanak (TK). Eiiits...Tapi bukan TK semacam play group, melainkan Taman Pendidikan Al-Qur'an (TPA). Ibu sempat kewalahan karena sejak usia 3 tahun, aku sudah merengek-rengek minta sekolah. "Pokoknya masuk di kelas. Mau belajar", pinta kami.

Karena tekad yang begitu besar dan kuat, alhasil, Ibu mencoba memasukkan kami ke sebuah TPA Daarul Hikmah dan Darussalam di Kampung Baru, Balikpapan. Ibu begitu slektif memilih guru Agama untuk kami, terutama dalam ilmu tajwid. Meski awalnya Iqra dulu sih,  tetap aja kami dibimbing penuh oleh Ibu yang serba super. Kebanyakan guru mengaji kami adalah qori dan qorah professional. Mereka mahir dalam Ilmu Tajwid. Kami termasuk murid paling kecil yang disekolahkan di TPA, karena di sana.Rata-rata temanku sudah sekolah. Tapi, ya sudahlah ini kan keinginan kami berdua untuk masuk kelas dan belajar. Untungnya kami mau loh masuk sekolah agama. Jadi bahasa dan huruf pertama yang kami dapatkan sejak usia dini adalah bahasa dan tulisan arab. Sebenarnya kalau dikaitkan dengan doa Ibu waktu di Mekkah, aku yakin banget bahwa secara perlahan doa Ibu dikabulkan oleh Allah.
 Dina (kiri) & Dita (kanan) merayakan acara Khatam Qur'an di usia 5 tahun dengan didampingi Paman H. Nanang Saad (guru mengaji)
Waktu kecil, aku ingat banget Ibu bolak-balik kantor-rumah-TPA. Super banget lah popkoknya. Tapi kalau di Jakarta rasanya agak mustahil deh, di jaman tahun 2017 dengan kondisi yang super macet bolak-balik jarak 7 kiloan ke 3 lokasi berbeda. Lokasinya gak ada yang searah lagi. Waktu itu, Ibu naik vespa bahari tahu 70-an. Dina Dita di bonceng. Satu di depan, dan yang satu lagi di belakang. He.. kebayangkan supernya Ibuku. Oh ya mengenai Bapak dimana. Bapak termasuk orang yang lumayan sibuk sama kerjaan sebagai kontraktor bangunan. Bapak memegang perusaan namanya CV. Era Utama yang bergerak di bidang konstruksi bangunan. Istilah kerennya jaman dulu itu, pemborong. Jadi, Bapak sering banget bangun sekolah baru di beberapa lokasi di sekitar Balikpapan.

Semua guru mengaji membimbing kami dengan serius. Bahkan saking seriusnya, jam kami mengaji lebih panjang dari teman-teman lainnya. Kemahiran kami dalam membaca Al Qur'an disambut baik para guru di TPA. Hingga pada akhirnya Paman Haji Nanang Saad Ijaz sebagai Kepala Sekolah TPA memberikan kami privat sepulang jam mengaji. Paman adalah panggilan untuk setiap guru mengaji pria, sementara Ibu adalah untuk guru mengaji wanita. Berbekal keyakinan dalam waktu sekitar 2 tahun kami berdua menyelesaikan membaca Alqur'an. Hingga pada akhirnya di usia 5 tahun, kami merayakan acara Khatam Qur'an di rumah kami di Gunung Satu, Kebun Sayur Balikpapan. Di Balikpapan, setiap orang yang khatam qur'an selalu dirayakan dalam pesta keagamaan. Khatam Qur'an adalah sebuah kebanggaan bagi yang tuntas membaca Quran. Dan sudah tradisi di Balikpapan dan Kaltim umumnya, bahwa saat khataman, bagi yang mampu akan merayakannya dengan mengaji bersama tamu undangan pada juz 30. Telor dan ketan putih yang dibungkus plastik dan digantung di batang  berbalut  kertas warna-warni akan menjadi rebutan dan berkah untuk dibawa pulang para tamu undangan usai khataman digelar.

Tak pernah terbayang oleh kami bahwa kami bisa menghatamkan qur'an di usia belia. Dengan kebesaran Allah dan atas seizin-Nya, pada usia 5 tahun, kami sudah Khatam Al-Quran.Boleh dikatakan apa yang kami alami adalah MUKJIZAT dari Allah yang tidak semua orang dapatkan.
Bimbingan dan dorongan penuh dari para guru, khususnya alm. H. Nanang Saad Ijaz membuat kami tuntas mengkhatamkan 30 juz Al-Quran. Mulai Al Faatihah hingga An Naas, semua kami baca perlahan dengan rutin atas bimbingan para guru-guru ngaji kami di TPA Darussalam dan Misbahussudur Kampung Baru, Balikapapan. Dan sebelum aku masuk SD, Ibu dan Bapak merayakan acara Khataman Qur'an secara besar-besaran di rumah kami di Gunung Satu Kebun Sayur, Balikpapan, Kalimantan Timur. Dengan berpakaian bugis berwarna ungu, dengan telor dan ketan khas khatman, serta payung berhiaskan melati dan daun pandan. Kami Khatam Qur'an. Inilah prestasi yang paling besar manfaatnya yang secara terang-terangan kami bawa sampai akhir nanti. Kebanggaan menjadi sesuatu yang berbeda dari yang biasanya.Kami Khatam Qur'an di Usia Belia, yakni 5 tahun.

Sekolah Bahasa Arab di Asy-Syifa
Itulah luar biasanya seorang Ibu. Selain sebagai wanita karier, Ibu masih bisa menyempatkan dirinya sepulang kerja untuk mengantarkan kami pergi mengaji, sekolah bahasa Arab, menulis Arab, Mengaji di TPA, hingga belajar Fiqih di Asy-Syifa Kampung Baru. Nah, saat sekolah agama di Asy-Syifa, kami sudah SD. Kami masuk Asy-Syifa karena melihat teman sekelas kami namanya Nurhayati. Nurhayati bagus banget kalau lagi nulis tulisan Arab. Nurhayati sering disuruh Ibu guru di kelas SD untuk menulis saat jam pelajaran Agama dimulai. Dari situlah kami menjadi tertantang untuk mengasah kemampuan. Kami minta ke Ibu agar diantarkan ke Asy-Syifa di Kampung Baru. Karena kami bersikeras untuk segera didaftarkan saat itu juga, maka Ibuku dengan cepatnya mengantarkan kami mendaftar ke Asy-Syifa. Padahal, saat itu jadwal sekolah sudah berjalan di tengah semester.

Dengan naik Vespa tibalah kami di Asy-Syifa. Ibuku paling jago negosiasi. Entah bagaimana kesepakatan antara Kepala Sekolah Asy-Syifa, pokonya pada akhirnya kami bisa masuk kelas. Kami semangat belajar dengan buku baru dengan seragam khusus putih abu. Belajar bahasa Arab dan menyambung huruf menjadi tulisan. kami adalah murid yang paling disayang dan dimaklumi sama Guru Asy-Syifa. Kenapa dimaklumi? Karena kami masuk saat pekan ujian mau dimulai. Tujuh tahun usia kami saat itu. Kamilah yang memaksa Ibu untuk bisa sekolah Arab. Ibuku bilang kepada Guru-guru di Asy-Syifa bahwa yang penting si kembar bisa duduk dan belajar ilmu agama di kelas.

Terus terang agak berat sih. Gimana gak berat, kalau kita mulainya di tengah jalan. Sistem pendidikan di Asy-Syifa seperti sekolah pada umumnya. Ada ujian dan ada kenaikan tingkat. Rasanya baru aja masuk, kami sudah harus ujian. Mana bahan ujian minim. Ah sudahlah kami ikut aja ujian. Dan ternyata, setelah ujian selesai, dengan baik hati dan lembut, sang guru kami memanggil kami berdua ke depan meja guru di depan kelas. Guru kami berkata, "Dina Dita nanti masih di kelas ini ya belajarnya", sambil mendengar kami mengangguk berdua. Usai pulang sekolah Asy-Syifa kami pun menyampaikannya pada Ibu. Ha..ha.. Ibu malah tertawa melihat kepolosan kami. Distulah Ibu ngomong blak-blakan bahwa apa yang disampaikan guru kami berarti kami tidak naik kelas. Wadooowhhhh kami nangis histeris tidak terima. Kami sakit hati dan akhirnya tidak mau melanjutkan lagi sekolah di sana. Masih lekat dalam memori bentuk sekolahnya hingga sekarang. Bangunan di atas laut itu sebagai ciri khas rumah di Kampung Baru.

Rasa malu mulai hadir, teman kami Nurhayati sudah naik kelas sementara kami harus tinggal kelas. Kami mulai tak semangat. Akhirnya kami bilang ke Ibu, kami berhenti saja sekolah Arab dan cukup Sekolah SD biasa saja dan sekaligus mengaji di TPA seperti semula.Dari situ kami tidak mau masuk pesantren yang belajarnya dominan bahasa Arab karena trauma gak naik kelas.

Sepanjang kami belajar ilmu agama di sekolah, tetap peran Ibulah yang paling besar dalam mendampingi kami menulis, belajar, dan menghafalkan doa-doa. Kalau Ibu mengajari Ilmu Agama, Bapak dan Kakak-kakaku mengambil peran untuk mengajari pelajaran umum di sekolah, khususnya berhitung.


Masa SD-SMA

Gak Mau Sekolah Karena Tempat Duduk Dipisah
Sebelum masuk SD, kami sudah mengawali kegiatan belajar-mengajar di Taman Pendidikan Al Qur'an (TPA). Ketika memasuki usia 5 tahun, kami mulai didaftarkan masuk ke SD Negeri di dekat rumah yang jaraknya sekitar 1,5 km, yaitu SDN 011 di Jalan Semoi, Balikpapan Barat.Sempat ada negosiasi antar Ibu dan Kepala Sekolah di SD itu. Tapi, karena kami murid berprestasi, maka sekolah menerima kami, padahal umumnya, anak-anak baru bisa diterima di SD Negeri kalau sudah berusia minimal 6 tahun.

Di usia 5 tahun, prestasi kami cukup banyak. Kami sering menjuarai lomba baca Qur'an tingkat kanak-kanak, lomba busana, lomba baca puisi dan saritilawah Qur'an. Dari prestasi itulah kami mulai dikenal sebagai si kembar Dina & Dita.

Hari pertama sekolah pun tiba. Tahun 1992, kami mulai masuk kelas dan berkenalan dengan teman-teman baru. Hampir semua teman kami heran melihat wajah kami yang mirip. Gak sedikit teman-teman sekelas yang terkecoh saat memanggil nama kami. Niatan manggilnya Dita eh gak taunya Dina. Begitulah. Saking seringnya, kami jadi terbiasa.

Sejak SD kami selalu belajar bersama dengan tekun. Satu hal yang selalu kami ingat dan sampai sekarang sering kebawa mimpi, kami senang sekali, saat pertama kali ada guru yang masuk mengucapkan salam menyapa kami. Guru sekaligus wali kelas kami saat itu bernama Ibu Poniati atau akrab disapa Ibu Pon. Di hari pertama masuk sekolah, Ibu Pon mulai mengenalkan huruf abjad.  Ibu Pon adalah guru yang selalu berpakaian rapih, guru yang rambutnya ikal panjang sebahu, guru yang selalu pakai pewarna bibir berwarna merah merekah, dan gak ketinggalan lengkap dengan sepatu pantofelnya yang buyi tok-tok-tok saat masuk kelas.  Keren lah. Selama mengajar, Ibu Pon selalu menunjukkan sikap tegasnya.

Sebagai siswi yang baru masuk sekolah, pasti dong semua perlengkapan sekolah disiapkan dengan baik. Siapapun gak akan lupa dong, gimana bahagianya waktu pakai baju baru, seragam putih merah, lengkap dengan dasi merah panjang dan topi. Apalagi, semua perlengkapan yang kami pakai dari ujung rambut sampai ujung kaki, semua sama, tidak ada sedikitpun yang beda. Karena kalau beda sedikit, kami bisa ngambek dan gak mau pergi sekolah. Ha..ha..ha..
Selama di kelas, kami duduk satu meja dan satu kursi panjang, dan tidak mau dipisahkan satu sama lain sampai akhirnya saat kenaikan kelas 5 SD, guru kami yang bernama Bu Sunartinah mulai memisahkan posisi duduk kami. Awalnya sih saat di sekolah terima saja. Tapi, pas pulang ke rumah, huu... kami menangis di hadapan Ibu dan mengancam tidak mau sekolah karena bangkunya dipisah. Sontak, Ibu kami pun bingung dan akhirnya bergegas ke sekolah dan meminta kepada Ibu guru supaya kami kembali disatukan. Wali kelas kami tetap bersikeras, dan menjelaskan kepada Ibu bahwa jika dibiarkan duduk sebangku maka gurunya yang akan pusing membedakan. Mau tak mau Ibu akhirnya terima alasan Ibu Guru. Secara perlahan Ibu mencoba menjelaskan dan membujuk kami. Meski menolak, namun pada akhirnya kami mau juga pisah bangku. Kami pun mulai memahami alasan Ibu Guru memisahkan posisi duduk kami. Yaa..walaupun sih, tetap saja gak paham karena buat kami saat itu gak ada hubungannya antara guru bingung membedakan dengan keputusan misahin posisi bangku. Huaa..ha..


Si Kembar dengan Segudang Prestasi
Banyak hal yang sudah kami lakukan sejak usia ini. Mulai dari belajar mengaji di usia 3 tahun, Khatam Quran 30 Juz di usia 5 tahun, Qoriah termuda tingkat kanak-kanak usia 5 tahun, menjadi foto model cilik, dan kerap menjuarai lomba peragaan busana alias fashion show. 

Meminjam istilah sekarang, Dina & Dita itu bisa dibilang "banci tampil" sejak usia dini. Karena, semangatnya yang menggebu-gebu untuk ikutan lomba apa aja, alhasil, Ibu pun mengarahkan kami untuk menyalurkan bakat kami yang terpenam. Ha.... Ibu rajin membaca koran dan memabwa koran dari kantornya di Departemen Agama Balikpapan. Dari koran itulah banyak informasi soal ajang perlombaan busana alias lomba fashion show. Mulai dari lomba busana muslim, casual, lomba foto, pokoknya semua yang judulnya lenggak-lenggok di panggung, kami akan ikuti. Urusan kalah menang itu mah terakhir. Yang menjadi masalah aalah kalau Dina yang menang dan Dita kalah, atau misalnya Dina ebih unggul dari Dita, Dta akan nangis di tempat. Huaaa... merengek ngambek sampai rumah tida terima kekalahan. Ha.. Aneh ya. Aneh bangeeet memang. Dita punya sifat egois waktu kecil, sementara Dina yang sering kalah tetap sabar dan memilih menangis di rumah dan tidak dihadapan orang. Dina menangisnya rapih loh, pakai acara copot bulu mata dulu lalu peluk guling dan menangis di atas kasur. Huuu... Mulai kelihatan ya bedanya Dina & Dita waktu kecil. Oke kia lanjut.

Selama ikutan ajang lomba fashion show, mengaji dan lain-lain, prestasi kami di sekolah tetap diacungi jempol loh. Nilai kami tergolong bagus, dan paling selisihnya hanya terpaut satu angka. Dari lahir angka 1 selalu menyertai kami. Mulai lahir dengan berat 2,3 dan 2,4, ranking kelas yang beda satu angka, IPK kuliah selisih 0,1, sampai menikah pun selisih angkanya 1, yaitu satu tahun.

Mengenai misteri angka satu akan kami bahas berikutnya, karena kami akan fokus ke soal fashion show tadi. Nah, selama mengikuti ajang lomba fashion show, kami selalu dilatih oleh koreografer khusus. Mau tau siapa? Koreografer itu adalah saudara kami sendiri, kk kandung kami yang ke-4, namanya Irma Handayani Faisal. Pokoknya kalau sudah diajari oleh Kak Irma, wuuuw... gaaknya minta ampun. Tapi hasilnya pasti bagus. Ha... Dari dulu Kak Irma jago menjadi pengarah gaya loh. Dia handal dan berbakat. Padahal dia bukan model. Modalnya di dunia fashion show didapat dari baca majalah remaja Aneka Yess! atau Wanita Indonesia. Luar Biasa.  Dan jadilah kami model yang bisa diatur dan dibentuk seperti model berkelas nasional.

Dita & Dina berfoto di depan puluhan thropy & koleksi boneka
Selain ikutan perlombaan fashion show, kami juga sempat loh aktif dalam organisasi khsusu anak kembar yang diprakarsai oleh Kak Seto. Kami sempat aktif ikutan di ajang kontes Anak Kembar mulai tingkat kota di Balikpapan, tingkat provinsi di Samarinda-Kaltim, hingga tingkat nasional di Jakarta. Alhamdulillah selalu jadi juara, meski tidak nomor wahid melulu sih. Organisasi perkumpulan anak-anak kembar itu dulu namanya Nakula Sadewa. Sayang karena tidak ada regenerasi, maka organisasi itu pun akhirnya mati suri.

Semua keluarga selalu mendukung apa yang kami tekuni sepanjang itu positif, dan bermanfaat. Pokoknya, kami boleh berlenggak-lenggok di atas panggung sampai kami bosan. Dan kebetulan banget kami gak bosan-bosan sampai pada akhirnya takdir membawa kami ke Jakarta.

Dita (baju merah) juara Harapan 1 Lomba Kartini di Matahari Balikpapan Plaza
Singkat kata, selama duduk di bangku kelas 1 sampai kelas 6 SD, kegiatan kami bejibun. Thropy atau piala penghargaan yang kamI dapatkan pun terus bertambah sampai berjumlah sekitar 60-an thropy. Itulah kami, yang sedari kecil sudah sibuuuk banget. Mulai ikutan lomba mengaji, fashion show, kursus bahasa Inggris, sampai les matematika.


Dina & Dita dalam kesempatan Malam Akrab Pesta Akbar Orang Kembar, TMII Jakarta (1994)
Dita & Dina (Juara Harapan 1) diapit K' Seto & K' Kresna saat Kontes Kembar Indonesia di Jakarta (1994)
Satu hal yang penting dari segala yang penting-penting adalah, pesan dari Ibu. Ibu selalu mendukung kemauan kami, Ibu selalu memfasilitasi kami dengan perlengkapan masimal, asaaaaal MENGAJI.
Yang pasti, sebelum bermain bersama teman harus mengaji, mau minta hadiah harus mengaji! Mengaji dulu, mengaji lagi, mengaji teruuuus dan mengaji. "Pokoknya apa aja boleh, sholat sama mengaji diutamakan" ucapnya berulang-ulang tanpa bosan. Dan setiap Ibuku berpesan, kami pun selalu menjawab dengan kompak, "Iya Iya...Siiip. Siiip". Begitulah kisah kami yang memiliki segudang prestasi di usia dini. Hingga akhirnya thropy terkumpul sekitar 60 buah lengkap dengan sertifikat dan lain-lain.

Kami sering kali bertanya, "Bu, kok teman-teman kita gak ngaji dulu sebelum main?", tanya kami dengan polosnya. Kemudian Ibu menjawab, "Mau begitu kah? Kalau mau pintar hariu banyak belajar?, jawabnya tegas". Hahahaha.. Wadoooowhhh. Kalau udah kalimat itu yang keluar. Diam adalah jawaban yang pas dan pantas.

Puasa Senin & Kamis sejak Kelas 3 SD
Sejak di bangku SD kelas 3, kami memutuskan untuk mengenakan hijab atas kemauan sendiri. Padahal sekolah kami adalah sekolah negeri yang tidak mewajibkan mengenakan penutup kepala. Sebenarnya sih kami terinspirasi oleh anak teman Ibu di kantor, yang ke sekolah pakai jilbab 2 minggu sekali. Namanya Mba Rifa. Maba Rifa adalah teman kecil kami dan sering sekali menginap di rumah saat akhir pekan.Tau kan, kalau si kembar sudah ada maunya, semua harus dikabulkan. Karena kemauan kami positif, maka Ibu langsung membelikan kami jilbab warna putih dan cokelat. Putih dikenakan pada hari senin-Jumat dan sementara cokelat untuk pakaian pramuka. Saking pinginnya cepat-cepat pakai jilbab, alhasil kami rela pakai penutup kepala meskipun baju masih lengan pendek, rok masih pendek selutut, dan kaos kaki yang dipaksain tarik ke atas sampai setengah betis. Wah sayang banget gak ada fotonya. Kalau ada pasti lucunya minta ampun.

Kelas 3 SD, adalah masa dimana kami mulai belajar untuk mandiri dan melatih disiplin sejak dini. Disiplin dengan menegakkan sholat 5 waktu, puasa Ramadhan full 30 hari, dan puasa Senin & Kamis sebagai sunnah Rasul. Pada dasarnya sebagai anak kecil pengetahuan agama kami masih sangat minim sih, tapi berkat bimbingan orang tua, seikit-sedikit kami mulai memahami tentang sunah dan wajibnya seorang muslim.

Kebiasan puasa Senin & Kamis dimulai dari orang tua kami. Kami mengikuti apa yang dilakukan orang tua kami tanpa tahu sebesar apa pahala dan manfaat yang akan kami dapat dari berpuasa sunnah ala Rasul. Ada banyak kebiasaan yang dilakukan oleh Bapak Ibu semasa kami tinggal bersama. Dari kebiasaan itulah muncul pertanyaan-pertanyaan kritis mengapa dan darimana asalnya anjuran itu, dan lain-lain. Oh ya, ada satu kebiasaan yang diterapkan pada kami usai sholat, yaitu keharusan melipat mokenah. Kami ingat betul, pesan bapak untuk melipat mokenah usai meaksanakan sholat. Saat kami tanya alsannya, Bapak menjawab lembut, "karena Nabi senang dengan yang rapih". Ibu dan Bapak selalu mengangungkan sosok Nabi Muhammad sebagai suri teladan umat muslim. Apa yang menjadi sunnah Rasul sering diaplikasikan ke dalam kehidupan sehari-hari, hingga akhirnya kami pun terbiasa dengan kebiasaan-kebiasaan baik ala Islam. Berbagai pertanyaan hampir selalu bisa di jawab oleh Ibu dan Bapak. Tanpa rasa bosan, mereka menjawabnya dengan bahasa yang mudah dicerna anak-anak.

Merambah ke Dunia Musik 
Beranjak SMP, aktivitas di dunia model sudah mulai berkurang. Kami mulai beradaptasi mengisi kegiatan baru di sekolah tingkat pertama, SMP Negeri 3 Balikpapan. Jaraknya yang lumayan jauh mengharuskan kami naik angkot dua kali. Mending kalau banyak, kadang saat nyambung ke angkot kedua, kami haus menunggu lama. Alhasil kami pun terpaksa berjalan kaki lebih dari 2 km turun dan naik gunung. Ingat banget, waktu pertama dilepas ke sekolah naik angkot. Waktu itu hujan sangat deras. Kami pertama kali di lepas sampai naik angkot berdua. Kebayang rasa deg-degan yang bercampur dengan irama rintikan hujan. tTapi mau bagaimana lagi, kami sudah harus mandiri karena sudah masuk SMP. Waktu SMP kami pun beda kelas, Dita kelas I-9, sementara Dina kelas 1-10. Kami hanya terpaut satu kelas. Untungnya, sejak kelas 5 SD, kami sudah dibiasakan pisah bangku, sehingga saat SMP pisah kelas, kami tidap perlu kaget, dan tidak perlu ada adegan nangis merengek depan Ibu. Huaa..haaa

Balikpapan memiliki medan jalan berbukit bukit dengan batu yang kokoh. Meski jalannya sudah mulus dilapisi aspal, tapi jumlah angkutan kotanya waktu itu masih terbilang jarang. Angkotnya hanya melayani trayek idi lokasi-lokasi strategis mengarah ke kota dan terminal. Perjuangan berbuah manis, untungnya ada sopir yang mau menjadi langganan kami. Kami pun mulai tenang karena dijemput dan diantar sampai tujuan, berbarengan dengan teman-teman lainnya yang pergi dan pulang searah.

Aktivitas sekolah mulai padat. Mengaji juga jadi jarang. Heee...Ibu sering marah tuh, kalau kami jarang buka Qur'an.  Paling Ibu sering menegiur dengan kalimat agak sinis, "Udah Khatam kah, jadi nda ngaji lagi?" ujarnya menyindir. Namanya ABG mulai labil, omongan Ibu hanya didengarkan dan kami tetap aja sibuk dengan urusan sendiri.

Saat duduk di bangku kelas dua SMP, aku mulai dikenalkan dengan dunia musik Marching Band. Jujur, aku malah gak tertarik sama dunia ini. Tapi, Ibukulah yang mendorong aku untuk bisa amsuk Marching Vand. Ibuku ingin anaknya bisa punya keahlian bermain musik. Cari informasi sana-sini, akhirnya dari tetangga tanteku di Prapatan, Ibuku dapat informasi soal pembukaan pendaftaran. Tetangga Tante Nanik, yang usianya lebih tua 2 tahun di atasku memberitahukan bahwa Marching Band Gema Citra Telkom (MBGCT) sedang membuka pendaftaran anggota baru. Saking pinginnya, Ibuku langsung mengantarkanku mendaftar dan mengambil formulir ke Gedung Telkom yang terletak di Jalan MT. Haryono Balikpapan.Tak ada biaya apapun saat medaftar. Modalnya hanya kemauan keras dan disiplin untuk bisa menjadi sukses di dunia musik.

Baru pertama kali kami menginjakkan kaki ke sekretariat MBGCT, kami sudah mulai tertarik dengan budaya disiplin dan kebersamaaan yang terbangun di dalamnya. Kami melihat ada beberapa peralatan musik yang masih sangat asing bagi kami. Keren lah. Semangat mulai muncul meski belum dinyatakan lulus jadi anggota. Kami pun bergegas pulang ke rumah dan menceritakannya pada Ibu kami tercinta.

Marching Band (MB)  adalah organisasi yang mewadahi sekelumpulan orang yang gemar bermain musik dan saling berkolaborasi antara alat pukul (percussion), alat tiup (brass), dan penari (color guard). Untuk melatih kedisiplinan, maka sistem yang diterapkan adalah semi milter, mulai dari latiihan baris-berbaris, bermusik keliling lapangan, sampai pemanasan memegang alat naik turun bukit. Gak cuma itu aja, di Marchng Band Gema Citra Telkom juga menerapkan sanksi atas pelanggaran yang dilakukan oleh anggotanya.

Ibuku sangat sangat mendukung kegiatan ekstrakulikuler di dunia Marching Band. Seiring berjalannya waktu, prestasiku di dunia musik tergolong unggul dari teman-teman seangkatanku. Belum setahun di kadet band (angkatan khusus pemula) aku sudah ditransfer ke reguler dan bergabung bersama kakak-kakak senior yang sudah mahir bermain lagu. Untuk mengejar ketertinggalan, aku pun harus usaha keras melakukan percepatan (akselerasi), dengan privat bersama pelatih musik Kak Yoga demi sebuah kepastian ikut Grand Prix Marching Band di Istora Senayan Jakarta.
Dina (kiri) dengan setia menghantarkan Dita (seragam biru) yang tengah tampil di hadapan orang tua sebelum bertolak ke Jakarta mengikuti Grand Prix Marching Band 2000
 
Dengan perjuangan keras, dan serius, Dita akhirnya dinyatakan layak untuk ikut Grand Prix Marching Band di Istora Senayan Jakarta. Sementara Dina saat itu belum mendapat kesempatan yang sama dengan Dita. Kali ini si kembar harus berpisah dalam waktu satu mingguan. Selama berpisah, rasa sedih tak bisa disembunyikan. Kami sedih merintih menahan tangis dalam hati, meski tak semua orang tahu, kecuali feeling sang Ibu yang tulus setia mendampingi sebagai penguat dalam kondisi apapun.

Bangga beribu Bangga. Untuk kali pertama menginjakkan kaki ke Ibukota. Senangnya waktu itu Dita dapat seragam baru, diukur sesuai ukuran tubuh, dari ujung rambut sampai ujung kaki, bahkan perlengkapan seperti tas dan jaket pun diberikan. Seru dan senang. Lelah yang membawa nikmat.


Dari kegiatan MB-lah aku bisa menginjakkan kaki di Jakarta, mengikuti ajang tahunan Grand Prix MB di Istora Senayan. Perlombaan tersebut biasanya diadakan di bulan Desember menjelang tahun baru. Biasnya setelah GPMB selesai kita akan jalan-jalan ke Dufan, menghabiskan malam tahun baru disana. Tapi jaman itu macetnya aja sudah luar biasa. Dan sekarang gak usah dibilang.

Tahun berikutnya, manajemen MB Gema Citra Telkom Balikpapan kembali memutuskan untuk ikut kompetisi. Saat inilah Dina dapat peluang emas untuk diikutsertakan dalam GPMB section trumpet.Senang banget bisa berangkat bareng, di penginapan bareng. Latihan bareng. Pokoknya gak bisa dilupain lah keseruan waktu itu.



Tahun 2001 akhirnya Dina Faisal berkesempatan ikut GPMB di Istora Senayan Jakarta

Setap ikut GPMB, kita pasti menginap di TMII. Kita menginap di Desa Wisata. Serunya ikutan organisasi itu ya semuanya harus bareng-bareng. Makan bareng, sholat bareng, latihan bareng, sampai ke toilet pun bareng saking takutnya. Padahal gak ada apa-apa sih.

Dina & Dita tampak begitu akrab di depan penginapan putri Desa Wisata, TMII - Jaktim
Masa SMP masa kami bergelut di dunia musik. Pulang sekolah langsung latihan Marching Band sampai puku 9 malam. Seminggu tiga kali latihan, yaitu Jumat sampai Minggu. Semua rasa letih itu terbayar dengan pertemana yang masih terjalin sampai sekarang. Pertemanan yang terus langgeng meski tak ada yang abadi.

Masa SMA saat menjadi Duta Wisata 

Oh ya, sekalipun aku sibuk kegiatan di luar, tapi, alhamdulillah aku selalu masuk 10 besar hingga tamat SMA. Setidaknya upaya pertanggungjawabanku pada orang tua dan keluarga. Aku ingin menapik keras asumsi orang, bahwa banyak kegiatan cenderung membuat nilai menurun. Alhamdulillah, Allah memberikan kelancaran kepadaku. Overall well done. Allahu Rasyiid

Masa SMA sudah di depan mata. Marching Band sudah mulai vakum. Aku kembali mengikuti ajang pemilihan Duta Wisata Balikpapan 2003. Subhanallah, mengikuti serangkaian tes, aku meraih Runner Up 2. Sementara Dina juara Putri Kepribadian. Semmmmua keluarga besar senang, berkat doa dan dukungan mereka, akhirnya aku berhasil.

Hmmm..Satu hal yang kerap membuat aku sedikit minder adalah tinggi badanku yangsebenarnya, tidak memenuhi kriteria untuk menjadi seorang model, khusunyaberkaitan dg catwalk. Meski proporsional, namun tinggi badan kami tidak sampai 160 cm. Mungil pula. Namun, apapun itu, kun fayakuun. Jika Allah berkehendak apapun yang mustahil bisa terjadi. Nothing impossible.

Semenjak menjadi Duta Wisata, kegiatanku makin padat lagi, promosi budaya, menyambut tamu,dan kebanyakan mempersembahkan tarian khas Kaltim. Dayak dan Melayu. Selain aktif di kegiatan pariwisata Pemkot Balikpapan, aku juga tergabung sebagai penari tradisional dalam sanggar tari A n R Studio di Balikpapan. Sebuah sanggar khusus tarian tradisional. Belakangan merambah kontemporer. Dari situ aku mulai menekuni dunia tari secara professional. Banyak pengalaman yang kudapat, bangganya ketika aku bisa mempromosikan budaya Indonesia, Kaltim khususnya, tidak hanya ke kalangan dalam negeri tapi juga kekalangan wisatawan atau expatriate yang sedang berkunjung ke Balikpapan. I love culture of Indonesia.

Berbagai penghargaan berhasil aku dapatkan bersama saudaraku. Mulai dari Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ)  yg setiap tahun digelar, Tari, Model. Bahkan piala yang terpajang di rumah Balikpapan lebih dari 65 piala. Hmmh.. Kebayangkan lincahnya seperti apa.

Detik demi detik masa studi SMA mulai berakhir. Tidak ada rencana lain, selain melanjutkan studi ke perguruan tinggi Universitas Mulawarman (Unmul) Samarinda. Wallahua'lam bish-shawwab. والله أعلمُ بالـصـواب


Melanjutkan Studi di Ibukota, Jakarta
Saat masa tenang jelang Ujian, aku Ibu dan Dina, pergi ke Jakarta. Silaturahim kerumah Tante. Tante asli Kalimantan, tapi sudah hampir 30 tahunan di kampungBetawi. Aku dapat masukan oleh tante dan tetangga Tante, Mba Wina namanya,untuk lanjutkan studi di bidang komunikasi. Belum sempat kami ikut seleksi masuk Universitas Negeri karena saat itu kami pulang ke Balikpapan. Kai (baca : Kayi), panggilan untuk seorang kakek. Kai (Bapak dari Bapak kami) meninggal dunia. 

Aku masuklah di Universtitas prof. Dr. Moestopo, program studi Ilmu Komunikasi, jurusan Public Relations (PR). Aku tinggal di kontrakan kecil di Kebayoran, tidak jauh dari tante. Jarak antar kampus dan rumah sangat dekat. Sekitar 5 km.
Aku kuliah bawa motor loh. Hiiii..... Klo dipikir-pikir berani juga yah naik motor di Jakarta. Aku cuma tau rute Kebayoran Senayan. No more than it. Tugasku fokus kuliah. Namanya juga anak rantau. Pulang kampung harus berhasil. Target kuliah tercapai. Alhamdulillah dalam waktu slebih cepat dari yang diperkirakan, aku berhasil lulus dalam waktu 3,5 tahun dengan IPK 3,71 dan 3,70. Semua berkat doa restu orang tua, keluarga dan Ridho Illahi.

Selama kurun waktu 3,5 tahun sebagai mahasiswa, aku tak mau menyia-nyiakan kesempatan di kota metropolitan ini. Berbagai macam kegiatan aku lakukan. Maklumm gak bisaaaa diam. Ya itu tadi, aktif. Pesan tante, di Jakarta pilihan cuma ada dua.Mau berhasil atau Gagal. Tidak ada yang setengah-setengah. Jakarta itu maceeet,semua serba terburu-buru. Oke, aku harus bisa me-manage waktu. Aku dapat info ada ajang kontes lagi tingkat nasional. Model Majalah Remaja Cover Girl  ANEKA YESS! 2005. Kami ikut deh. Awalnya sih Ibu kurang setuju, karena Ibu menyarankan untuk fokus pada kuliah dulu. Dengan kemampuanku meyakinkan Ibu, akhirnya aku direstui menguti serangkaian tahapanpanjang, seleksi model remaja Covergirl. Beruntung memang, aku masuk Big Five. Sedangkan Dina finalist saat itu. Lagi-lagi di panggung yang sama.

Dari situlah karirku di Jakarta berawal. Aku sering dapat tawaran casting iklan dansinetron. Tapi, itu dia sinetron memakan waktu, jadi lebih baik aku mundur sajalah. Tawaran demi tawaran datang dari agency freelance. Aku takut terikat,karena motivasiku utama ke Jkt adalah untuk studi.

Memang kalau rezeki tidak kemana. Baru pertama kali ikut casting produk provider seluler, langsung dapat peran sebagai main talent. Kebetulan sekali, maintalentnya dicari kembar. Lumayan iklan di tv, bisa dilihat berulang-ulang dandapat uangnya juga lumayan besar. Bisa nambah biaya kuliah pula.

Kuliah tetaaap nomor satu. Entah bagaimana, rezeki ngalir seperti air. Berbagai iklana ku bintangi, sebagai main talent atau supporting talent. Hingga pengalaman fantastis yang aku dapatkan ketika aku menjadi salah satu Brand Ambassador PANTENE setelah berkompetisi di dalam ajang Cornelia Cari Bintang. Akting, public speaking at John Robert Powers, hair knowledge with Rudi Hadisuwarno, cooking dilatih Sisca Soewitomo, dancing, Singing (teknik vokal) with Bertha, dll . Semua aku dapatkan secara gratis dari para pakar professional dibidangnya. Aku juga sempat membintangi 3 judul FTV sebagai main talent untuk kisah anak kembar. Lelah ya. Banyak adegan yang di "cut". Istilah-istilah dalma dunia penyutradaraan pertelevisian , seperti, Camera rolling..... Action., Cut,... Cut lagi.. Beruntuuuung lagi, setiap FTV yang aku bintangi selalu di saat libur semester. Subhanallah yah. Tiada yang bisa mengatur sedemikain rupa, selain Dia Yang Maha Pemberi Petunjuk.


Awal terjun kedunia Jurnalis
Menjelang Skripsi dan sidang, aku dapat tawaran oleh teman kuliahku untuk castingpresenter sport freelance. Sambil menunggu sidang professor dan sidang penguji,aku ikutlah casting di TVRI Nasional. Alhamdulillah aku sering diminta bantuanuntuk membawakan hampir semua program-program olahraga. Tidak lama kemudian,TVRI sedang membuka lowongan utnuk tenaga honorer sebagai presenter. Aku dansaudaraku ikut seleksi. Alhamdulillah lulus seleksi. Tiga bulan di divisi news, aku sempat diterjunkan di liputan arus mudik Pantura. Setelah itu, aku banyakmembantu di divisi olahraga. Oh ya, siaran berita pertama secara langsung adalah di program Olimpiade Beijing 2008 TVRI pada agustus 2008. Saat itu nervous-nya luar biasa. Cemas panik campur aduk rasanya.
Menjelang setahun di TVRI, aku bertekad angkat kaki dari perusahaan milik pemerintah tersebut.
Banyak ilmu dasar yang aku dapatkan disana. Harapku TVRI bisa bersaing dg tv nasional dengan tetap mengedepankan nilai edukasi di dalamnya.

Tantangan besar menjadi alasanku untuk mengepakkan sayap, ke perusahan yang sedang berkembang. Pikirku sih, ya klo memang lamaran kerja tidak di follow up juga, berarti Allah berkehendak aku pulang kampung ke Balikpapan. Ke jakarta Akuuuuu tak Kembaliiiiii, walau apa pu yang kan terjadiiii...

Allah ternyata punya rencana lain untuk kami. Akhirnya, beberapa lamaran yang aku kirimkan kesejumlah stasiun tv swasta mendapat respon positif.

tvOne,SCTV, antv, trans7. Semua memanggil. Trans7 dan tvOne yang terus aku ikutiproses seleksinya. Sementara panggilan interview antv dan SCTV belum bisa akupenuhi karena terganjal waktu yang berbentrokan dg jadwal tes tvone dan trans7.Bolak-balik TVRI-pulogadung - Tendean, ditengah kemacetan Jakarta, alhasilserangkaian interview yang panjang membuahkan hasil. Di awal interview, parainterviewer mengatakan hanya satu yang akan lolos. Bahkan aku sempat diminta,siapa yang mau lulus seleksi. Aku berujar, biarlah perusahaan yang menentukan,karena Saya yakin Kebijakan Allah berbeda dengan kebijakan perusahaan.
TvOne menerima aku dan Dina untuk bekerja di instansi yang sama. Subhanallah... Allah Maha Besar. Suatu hal yang tak bisa kubayangkan, akhirnya aku berdua bisa lulus seleksi. Ini adalah keajaiban untukku. Semua atas restu Orangtuaku. Makasih Ibu Bapak yah.

Dengan berat hati, aku pun pamit kepada para pimpinan dan teman-teman TVRI, karena hendak pindah ke tv swasta, yang saat itu sedang booming, tvOne.


Akhirnya jadi Wartawan RI-1 (Istana)
14 Juli 2009, adalah hari pertamaku masuk kelas Kampus One, kelas yang mewadahipara calon jurnalis tv selama 6 bulan. Kampus One menjaring maksimal 25 orangdalam seleksi nasional untuk pendidikan khusus. Masuk kelaaaas lagi, belajar.Seru. Disini aku banyak mengenal istilah broadcasting oleh pakar naskah berita,Bakran Asmawi dan gambar oleh George Kamarullah.
Terimakasih Pak Bakran, terimakasih Om George atas ilmunya. InsyaAllah akan aku amalkan,jika sudah waktunya.

Ohya, tahun 2011 kami diikiutakn kelas khusus Public Speaking and Debate oleh Sumita Tobing. Diterpa selama 6 bulan, di kelas hanya Dita dan Dina. Kami tak menyia-nyiakan kesempatan bertemu dan belajar banyak dari Bu Ita. Kami belajar vokal, belajar public speaking dan Debat.

Hampir lima tahun di tvOne, berpacu di lapangan, asyik juga yah. Seruuuu. Banyak halyang sebelumnya tidak aku ketahui, tak bisa diakses oleh orang umum, bisa akurasakan. Semua dengan profesi wartawan yg sekarang aku jalani. Jujur, awalnya aku sempat merasa bimbang, Ya Allah benarkah ini keputusan yang aku ambil? Profesi yang dulunya tak pernah masuk di daftar cita-citaku. Kerjadikejar-kejar deadline, berhadapan dg dunia politik, hukum, yang sebelumnya kurang aku minati. Tapi, namanya pekerjaan yang menuntut professionalitas, makalama kelamaan, lumayan bisa mengikuti. Tidak ada yang tak mungkin di dunia ini.Selama masih ada keinginan, maka akan ada jalan. Semua jika Allah mengkhendaki.

Jadi wartawan itu seru. Kita bisa banya kbelajar dan tahu banyak hal. Semenjak di Pengadilan Tipikor, melihat danmengikuti perkembanagan para pejabat negara dan pengusaha yang korup, terseretdalam tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang. Dari KPK sampaiPengadilan Tipikor saya sedikit banyaknya tahu bagaimana dunia hukum danpolitik saling bersinggungan. Bagaimana tahapan persidangan mulai dakwaanhingga putusan. Dulu saya merasa awam dan takut jika kebagian liputan di KPKdan Tipikor. Tapi karena banyak belajar dan membaca perkembangan kasus, bahkan sayakerap membuat resume kasus-kasus besar, saya mulai tidak canggung dan kagetlagi, itulah proses pembelajaran. Semua butuh proses.
Enaknya jadi wartawan, kita kita bisa tahu penjahatsampai kenal pejabat. Kita bisa lebih peka merasakan apa yang orang lainrasakan. Kita mampu ber-empati karena melihat peristiwa secara langsung.
Apalagi liputan saat Bencana besar sepertiGempa Bumi di Padang 2009, Banjir Besar 2013 dan 2014, Demo besar-besaran, danlain-lain.
Menjadi Jurnalis membuat saya lebihber-syukur atas apa yang Allah berikan pada kami dan keluarag besar kami.
Sekarang sejak Januari 2014, saya (Dita Faisal) bertugas sebagai wartawan RI-1 (Presiden). Mengikuti masa terakhirkepemimpinan Presiden SBY di tahun politik yang semakin panas. Insya Allahpanjang umur, tahun ini juga berarti bisa merasakan peralihan Presiden SBYsampai Presiden terpilih berikutnya. Serunya dapat kesempatan menjadi wartawanIstana. Sebelumnya belum pernah mimpi mondar-mandir Istana. Jadi tahu ribet-nyaurusan kenegaraan. Di Istana semua serba di periksa. Hua..ha… semua serbatertata. Pengalaman baru, melihat tamu-tamu Negara disambut Presiden, melihat parapejabat Eksekutif berpenampilan rapi dan keren abis. Saya adalah salah satuwartawan yang beruntung, karena mendapat kesempatan merasakan menjadi wartawanIstana.

Proses menjadi Presenter Berita
Sejak di Taman Pendidikan al Qur’an sampaibekerja sebagai jurnalis, 70 persen duduk dan berada di lingkungan yang sama.Itu takdir namanya. Indah bukan???
Sebelum naik ke meja siar, Kami sempat membawakanprogram ekonomi Jendela Usaha yang tayang mingguan selama 13 episode. Setelahitu Awal 2010, Kami ikut seleksi test kamera dan test baca berita oleh Mas Indiarto Priadi. Beberapa saat kemudian, kami mulai bersiaran Kabar Terkini .
14 Mei 2010, pertama kali kami dipercayabersiaran bersama di program Kabar Malam tvOne, duduk di satu meja siaran.
Manager Presenter Berita tvOne saat ituIndiarto Priyadi , 19 bulan (14 Mei 2010– 30 Des 2011)  kami bersiaran di Program Kabar Malam tvOnejam tayangnya saat itu jam 12 tengah malam, durasi satu jam. Kami senang,dengan hadirnya kami mewarnai layar kaca sebagai presenter berita kembar, beberapatabloid inspirasi wanita, membuat profil kami sebagai news anchor tvOne. Kami bersyukur,ini adalah berkah yang Allah berikan untuk kami sebagai sepasang anak kembar.
Hampir 2 tahun bersiaran di Program Kabar Malam, Manager Presenter bertita tvOne Alvito Deannova, memberi kesempatan kami untuk pindah jam siar untuk program yang berbeda. Terhitung sejak 2 Januari 2012 Mas Vito meminta kami menyiarka nprogram berita Kabar Pagi durasi tayang program selama dua jam.

Manager talent silih berganti, Teh IndiRahmawati sampai saat ini Kang Divi Lukmansyah , kami pun masih dipercaya menemanipemirsa tvOne di Kabar Pagi, di satu meja dan satu layar. Mungkin terlihat chemistry –nya. Mungkin kali yaaaa....
Kini, dua tahun lebih kami menemani pemirsa di program berita tvOne, Kabar Pagi. Lagi-lagi masih satu meja. Semoga ilmu ini bermanfaat,kelak suatu saat nanti perjalana hidup ini akan menjadi kisah untuk mahasiswaatau anak-anak didik saya, dan anak-anak cucu saya kelak. Amiiin

Dina Dita saat ini
Kini,selain menjadi jurnalis, aku sedang menyelesaikan tesis S2 ku di Univ. Prof.Dr. Moestopo. Tinggal menunggu nunggu jadwal sidang. Mudahan lancar, InsyaAllahApril wisuda Magister Ilmu Komunikasi.

Akuberencana agar keinginanku menjadi pengajar bisa terlaksana. Aku inginmengamalkan ilmu yang aku dapatkan kepada banyak orang yang membutuhkan,sebagai amalan jariyah. Salah satu dari tiga amalan yang tidak pernah terputusmeski aku sudah tiada.


Serunya jadi anak kembar

Jadi anak kembar itu salah satu anugerahterindah dalam kehidupanku. Memiliki sahabat yang selalu mengisi dikala sepidan tetap berbagi dikala senang. Saling mengingatkan laksana sebuah alarmberjalan, Menjadi motivator saat sedang down, Mengisi kekurangan yang dimiliki saudara kembar dengan kelebihan. Bisamenjadi komentator dengan saling mengoreksi satu sama lain, dengan terbuka,langsung dan segera melakukan perbaikan dan kemudian saling mengevaluasi. Nah,enaknya juga, jadi anak kembar itu mudah diingat. Temannya dua kali lipat,  He….he….Serunya klo mengerjakan sesuatu bisamengatur strategi dengan diskusi khusus, bagi-bagi tugas saat menyelesaikan sesuatusehingga selesai dengan cepat .  Banyakenaknya jadi anak kembar. Asal satu kuncinya ; KOMPAK.

Hobi
Kami suka anak-anak, kami suka tempat yang teduh dan damai. Pantai. Aku suka suasana tenang, jauh dari hiruk-pikuk.Mendengar desiran ombak. Merasakan hembusan angin. Menikmati keindahan alamkarunia sang pencipta. Aku suka melihat air di hamparan yang luas, membawa kedamaian dan ketenangan. 

Jika dilahirkan kembali
Ingin menjadi seperti Ibuku tercinta. Hj.Maisuriati. Sosok wanita tegar , sabar, Hebat. Yang tak berhenti berjuangmencapai suatu harapan yang dicita-citakan. Ibu yang menjadi sumber inspirasi,penyemangat, pantang menyerah. Wanita Sholehah, yang taat menjalankan SyariahIslam sebagai agama yang dianutnya. Sumber inspirasi, pahlawan , motivator,penasihat yang T-O-P B-G-T dalam hal apapun, yang mampu membimbingku danmembekaliku dengan Ilmu Agama, dan hebatnya bukan yang fanatik terhadap faham tertentu. Dia Rasional. Kata-kata yang terlontar dari bibirnya selalu bijak danmemiliki makna yang dalam. Sosok Ibu yang menasehati anak-anaknya agar selaluberbuat kebaikan, mengedepankan kejujuran, kedisiplinan, yang selalumengingatkan untuk selalu bersyukur atas apa yang didapat. Subhanallah ….. Four thumbs Up for my Mom and Dad. Two thumbs up from Dina, another from Dita.  (^_^).


Created by Dina Faisal & Dita Faisal
“­­Feb 2014”
edited : Mar 2014

Posting Komentar untuk "Profil Dina Faisal & Dita Faisal:"