Gara-Gara Google Aku Ketemu Wisatawan Unik, Fitro Bagus dan Chef Dodi - Part 1

Hai, akhirnya nulis lagi. Tepat setahun menjadi warga Desa Serang Blitar, aku pengen berbagi cerita lewat tulisan ini.  Sebenarnya ada banyak cerita yang musti disampaikan, tapi ya musti satu per satu ya. Hmm... biar gak bingung mulainya dari mana jadi aku akan membuka cerita dari episode memasak. 

23 April 2022
Berawal dari situs pencarian terbesar di dunia, google akhirnya Fitro Bagus sampailah ke depan kedai kopi paling hits di Pantai Serang Blitar, DIKASIH KOPI. Sebagai solo traveler, Fitro senang kesana-kemari mencoba lokasi baru untuk ia kunjungi, salah satunya Pantai Serang Blitar, Jawa Timur. 

Kisah lucu bermula ketika Fitro melontarkan pertanyaan ke pemilik kedai yang ganteng sore hari. 

"Permisi, Mas. Kedai Kasihan Kopi dimana ya?"
"Gak ada," sambar Endik Koeswoyo, pemilik kedai Dikasih Kopi. 
"Kalau Naga Rimba Home Stay?"
"Oh, ada tapi sedang renovasi."
"Yang Kasihan Kopi dimana ya, Mas?"

Sedikit cuek, Mas Endik menjawab begini. "Kalau Kasihan Kopi gak ada, tapi kalau DIKASIH KOPI ada."

Sore itu, Fitro yang datang dengan sepeda motor sewaan akhirnya tertawa seraya berkata, "Oh, iya Mas. Maksud saya DIKASIH KOPI."

Fitro kemudian mencari home stay lainnya di Pantai Serang Blitar, Mamik Home Stay dipilih Fitro atas rekomendasi Mas Endik. Jaraknya pun hanya sekitar 50 meter dari kedai DIKASIH KOPI. Fitro kembali ke kedai sekitar jam 7 malam.
Fitro menyapa aku dan Mas Endik sambil bercerita tentang perjalan serunya dari Surabaya hingga ke Blitar. Naik kereta api kelas ekonomi dan memilih menyewa motor di Blitar seharga Rp.75.000 per-hari untuk bisa sampai ke kedai Dikasih Kopi yang beralamat di JL. Pantai Serang No.7, Blitar.

Fitro, aku, dan Mas Endik akhirnya memulai cerita di kedai sederhana kami, DIKASIH KOPI sembari menikmati kopi hitam pesanan Fitro yang diseduh dengan teknik V60. Kami saling memperkenalkan diri satu sama lain. Berhubung 13 tahun jadi wartawan berita, maka wajarlah Fitro aku tanyai banyak hal. Aku yakin pertanyaanku lebih banyak dari HRD saat Fitro melamar kerja pertama kali.

Cerita pun mengalir diiringi deburan ombak yang bersahutan khas Pantai Serang Blitar. Malam itu, cerita kami terputus sejenak karena aku dan Mas Endik hendak sholat Isya dan tarawih di Mushola dekat kedai kami. Selama sholat, kami mempersilakan Fitro untuk tetap di kedai dan menikmati kopi hitam tanpa gula. 

Fitro terlihat girang karena dirinya bisa lebih leluasa mengekplorasi keseruannya lewat story instagram sambil mempromosikan kedai baru yang ia kunjungi di Pantai Serang Blitar, DIKASIH KOPI. Fitro sungguh berbahagia malam itu karena ada wifi yang memudahkan penjelajahannya di dunia maya, yah... walaupun dengan kecepatan yang secukupnya untuk level desa.

Dua puluh tiga rakaat selesai dalam waktu 30 menit. Bagiku ini adalah sholat dengan durasi tercepat sepanjang aku melaksanakan tarawih. Setelah aku tanya-tanya kepada warga, ternyata memang begitu cara warga melaksanakan ibadahnya. Baiklah.

Malam itu, ditemani suara jangkrik dan deburan ombak, kami pun kembali bertukar cerita. Rentetan pertanyaan yang berulang kali ditanyakan oleh banyak orang juga disampaikan Fitro, "Kenapa Mas Endik dan Mbak Dita rela meninggalkan Jakarta hanya untuk tinggal di desa?"

Cerita mengalir, sampai akhirnya kedai kami tutup karena sudah melewati pukul 10-malam. Fitro kembali ke penginapan, sementara aku dan suamiku menutup pagar sederhana yang dibuat sendiri oleh suamiku. Pagar imut bin menggemaskan yang terbuat dari limbah kayu dengan tali pengikat biru. 

Kutekan saklar lampu dengan stik kentongan sepanjang 40cm-an. Aku selalu butuh stik kentongan bambu karena posisi saklar jauh melampaui panjangnya tanganku. Lampu berwarna kuning khas kedai kekinian pun padam, tinggallah suara jangkrik yang kian malam kian nyaring terdengar. Aku dan Mas Endik bergegas kembali ke kasur yang telah kami rindukan sepulang tarawih tadi.

24 April 2022
"Halo, Mba?" sapa Fitro.
Aku yang pagi-pagi sedang mengelap meja membalas sapaan ramah pria murah senyum itu.
"Ada kopi madumongso, mba?"
"Adanya kopi jagung. Soalnya stok madumongso habis. Mau?"

Aku pun meracik kopi jagung hasil panenan petani di desa. Menekan tombol seduh pada mesin espresso, lalu menambahkannya dengan susu segar dan parutan keju serta gula aren cair.

"Silakan, Mas. Ini jagungnya dari hasil panen warga desa. Local pride banget, lah," ungkapku yang selalu bangga dengan segala sesuatu yang serba Indonesia.

"Wah. Foto dulu ah," sambar Fitro yang tampaknya sudah mulai tergiur dengan kopi jagung racikan khas DIKASIH KOPI. 

Sambil tersenyum penuh harap, aku pun bilang ke Fitro untuk  mention ke ig-aku @ditafaisal_ dan ig-nya @dikasihkopi. Maklum zaman sekarang no pic, no eksis.

Fitro tampaknya menyesal hanya semalam di Pantai Serang Blitar. Tiket dan penginapan di Malang sudah terlanjur dipesannya. Tapi, bagi Fitro perjalanan sehari ke Pantai Serang Blitar dan menikmati kopi jagung khas DIKASIH KOPI adalah memori yang tak mudah terlupakan. 

Empat postingan mewarnai feed instagram @fitrobagus termasuk hal-hal baru yang penuh kesan dan diluar ekpektasinya saat mengendarai roda dua dari Blitar, bertemu pasangan suami istri yang memilih hidup di desa, serta keseruannya saat menaiki kereta Api yang membawanya kembali ke kota pahlawan, Surabaya. 

"Aku bakalan ke sini lagi, kok Mba. Satu hari gak akan cukup," tutupnya sambil mengucap salam perpisahan siang hari itu. "Yuk foto dulu." Fitro mengajak temannya, juragan ayam yang menyempatkan mampir ke kedai DIKASIH KOPI untuk berfoto ala-ala keluarga cemara. Bersama David Naviria, Impron Rosadi, dan juga Arif tetangga desaku. Lebih dari 5 foto dengan gaya yang hampir-hampir sama mulai memenuhi memori solo traveler itu. Foto keluarga itu pun tersimpan  rapi di galeri hape Fitro dan menjadi feed instagram Fitro pada 27 April 2022.

Bersambung... part 2 >>> Bareng Chef Dodi, Memasak Turi Bikin Hepi.
Dita Faisal
Dita Faisal Mengawali karir sebagai jurnalis sejak 2008 di TVRI Nasional. Setahun kemudian bergabung di tvOne sebagaireporter dan presenter berita hingga Feb 2021. Pernah meraih Fellowship hingga ke Jepang dan menjadi wartawan Istana Kepresidenan pada 2014-2015. Setelah 13 tahun menjadi jurnalis, pada pertengahan 2021 memutuskan pindah ke Blitar dan Wonosalam untuk lebih dekat dengan alam. Seperti cita-cita, ingin menikmati waktu dengan berbagi dan bertani. It's time for #BacktoNatureBacktoVillage

Posting Komentar untuk "Gara-Gara Google Aku Ketemu Wisatawan Unik, Fitro Bagus dan Chef Dodi - Part 1"